Sabtu, 14 November 2015

DASAR-DASAR METODE PENDIDIDKAN ISLAM



DASAR-DASAR
METODE PENDIDIDKAN ISLAM

Metode pendidikan Islam tidak terikat dengan masa tertentu bagi semua materi pelajaran mingguan, seperti yang ada sekarang di sekolah-sekolah kita, karena metode pendidikan Islam bersifat umum. Pendidik atau guru harus diberikan kebebasan dalam memilih buku materi pelajaran yang akan diajarakan bagi anak pendidik.
Pada suatu ketika, mufadhal bin Zaid melihat anak seorang wanita Islam, maka beliau terpesona waktu melihatnya. Zaid bertanya kepada ibunya mengenai anak tersebut dan dijawab “Ketika umurnya genap lima tahun saya telah menyerahkannya pada seorang pendidik untuk belajar menghafal dan membaca Qur’an. Dan mempelajari syair dan riwayat syair. Dan ia bercita-cita menjadi kebanggaan kaumnya dan mempelajari tentang kehebatan –kehebatan bapak dan nenek moyangnya. Manakala mencapai umum dewasa, ia dilatih menunggang kuda dan menggunakan senjata dan dan mengawasi rumah-rumah dilingkungannya dan ia mendengarkan suara jeritan  orang minta tolong.
Dari jawaban ibu anak perempuan tersebut, kita menyimpulkan bahwa, seorang anak dapat diserahkan kepada pendidik pada umur lima tahun, (bukan berarti bahwa pendididkan tersebut dimulai dari umur lima tahun), sebelum ia diajarakan Al-Qur’an, terlebih dahulu ia diajarakan membaca dan menulis. Setelah ia dapat menghafal Al-Qur’an kemudia diajarakan syair serta riwayatnya dan memotifasinya untuk mempelajari sejarah bapak, nenek moyang dan kaumnya. dan membahas khusus sejarah kehebatan dan keagungan mereka, sehingga ia dewasa, maka kemudian dilatih mengenderai kuda dan memperngunakan senjata. Apabila ia telah pandai tentang ilmu berperang, ia pun mengawasi terhadap rumah-rumah wilayahnya dan kabilahnya. ia mendengarkan suara orang minta tolong dan langsung ia menolong dan menyelamatkannya.
Umar bin Khatab, telah menulis sebuah metode pendidikan islam berikut ini dan kemudian dikirim kepada para pemimpin kaum muslimin, dan umar berkata kepada mereka “Ajarilah anak-anak kamu sekalian berenang dan menunggang kuda dan ceritakan kepada mereka pantun dan syair yang baik”.
Maka disini umar memerintahkan mereka untuk mengajari anak berenang, menunggang kuda, memanah pantun dan sya’ir-syair yang baik.
Dan kita meyakini bahwa anjuran umar untuk mengajari berenang, olah raga dan jenis-jenis lain yang populer dikalangan bangsa arab dan syair yang indah lagi baik, hal ini dilakukan setelah anak tersebut mengetahui dasar-dasar agama islam, menghafal qur’an dan mempelajari hadits.
Dan Ibnusina telah mengemukakan pandangannya yang sangat berharga dalam kita As-Siasah pada pendidikan anak didik. Beliau memulai nasehatnya dengan mengajari anak akan Alqur’an sebagai persiapan dasar jasmani dan rohani anak tersebut untuk menerima pendidikan dan pada waktu itu juga diajarkan huruf hijaiyah, bacaan dan tulisan dan diajarkan kaedah-kaedah agama kemudian riwayat-riwayat sya’ir, memulai dengan bentuk rajaz kemudian qasidah, karena bentuk rajaz lebih mudah dan menghafalnya juga mudah karena bait-baitnya lebih ringkas dan wazarnya lebih ringan dan hendaklah memilih syair yang baik sebagai mana yang telah disebutkan pada bab keutamaan adab dan pujian terhadap ilmu pengetahuan dan celaan terhadap kebodohan dan anjuran berbakti kepada kedua orang tua, dan berbuat kebaikan dan memuliakan tamu. Apabila anak telah selesai menghafal  qur’an dan dasar-dasar bahasa arab nampaklah ketika itu arah tujuannya dan perubahan kelakuannya dan kesiapannya.
Dan dalam nasehatnya (ibnusina) yang terakhir, yaitu mengarahkan anak didik sesuai dengan kecondongannya dan bakat dan persiapannya. Dan berikan contoh jiwa pendidikan yang baru seperti masa kita sekarang ini. Sesungguhnya Ilmuan Pendidikan pada hari ini mengajak untuk memperhatikan kesiapan anak didik dan keinginannya untuk belajar, dengan sekira-sekira diarahkan pada sisi ilmiyah, amaliyah, moral, riyazah (exat), agama, sosial, Cabang ilmu yang ia sukai dan ia gemari sehingga ia berhasil dalam pelajarannya dengan sangat membanggakan.
Ibnu Tawwam berkata: “Diantara kesempurnaan yang diwajibkan di atas ayah untuk dihafal para anak adalah mengajarkan menulis, berhitung, berenang”. Menghafal Al-Qur’an adalah poin utama dalam belajar pertama di kuttab-kuttab.
Imam Al-Ghazali mewasiatkan: dengan mengajari anak-anak tetang Alqur’an, hadits, dan hikayat-hikayat tentang orang-orang baik dan kondisi mereka, kemudian ajarkan sebahagian hukum-hukum agama dan syair yang bebas dari sebutan percintaan dan ahli-ahlinya.
Ibnu Maskaweh telah menyusun tentang dasar-dasar ilmu menghitung dan sedikit kawaid-kawaid mengenai lughat bahasa arab
Imam Jahidh menawarkankan sebuah metode pendidikan yang disebutkan: Janganlah kamu menyibukkan hati anak-anak dengan nahu kecuali sekedar terlepas ia dari kesalahan waktu berbicara, dan sekedar terlepas dari kesalahan yang biasa dilakukan oleh orang awam pada menulis, jika ia menulis dan syair, jika ia ingin melantunkan dan sesuatu, jika ia ingin menyifatinya. Jika lebih dari itu, maka ia disibukkan dari sesuatu yang lebih baik daripadanya. Seperti cerita dongeng, drama, nyanyian. Dia mengetahui  ilmu berhitung selain handasah dan masahah. ia tahu menulis karangan dengan lafadh yang mudah dan ungkapan yang indah.
Kalimat Imam Jahihd adalah terhitung kalimat yang berharga, karena di dalamnya terdapat pendapat-pendapat pada saat sekarang dianggap modern di dunia pendidikan. Ia bermaksud mempelajari ilmu nahu sekedar bisa membaca, menulis dan berbicara secara benar. Tidak ingin memperluas dalam pelajarannya. Sehingga tidak menybukkan anak kecil itu dari pelajaran sejarah, umpama-umpama. Dan ia berpendapat bahwa mempelajari ilmu berhitung hanya sekedar kebutuhan ilmiyah. Dalam mempelajari ilmu mengarang hanya sekedar bisa menulis dengan ungkapan yang bagus dan enak, bebas dari pembebanan. Pelajaran motolaah dipelajari sekedar bisa menggunakan makna-makna, pendapat-pendapat dan pemikiran-pemikiran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar